Pernikahan merupakan ladang subur untuk meraup keberkahan dalam hidup dan kecukupan dalam materi, maka tidak ada alasan bagi siapapun baik lelaki atau wanita untuk menunda-nunda pernikahan, apalagi menolak jodoh yang sudah cocok dari sisi agama dan akhlak, seperti yang telah ditegaskan Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam dalam sabdanya:
Jika ada seorang laki-laki datang kepadamu yang telah kalian ridhai agama dan akhlaknya maka nikahkanlah dan jika tidak kamu lakukan maka akan terjadi fitnah dan kerusakan. (H.R Tirmidzi dengan sanad yang hasan).
Segera menikah terutama bagi wanita sangat bagus, untuk menjaga kehormatan dan kesucian diri. Jangan menunda-nunda pernikahan hanya karena alasan studi, kerja atau karier sebab menikah merupakan sumber kebahagian dan ketenangan hidup yang bisa mengganti kenikmatan belajar, kerja atau karier sedang nikmatnya pernikahan tidak bisa diganti dengan nikmatnya belajar, kerja atau karier meskipun sampai pada puncak kesuksesan.



Pernikahan sebagai wahana untuk melestarikan keturunan paling aman, mendidik generasi umat paling manfaat, menyempurnakan agama paling tepat, menyalurkan syahwat paling sehat, memupuk cinta dan kasih sayang paling mantap, dan menjaga diri dari perkara yang diharamkan sesuai dengan fitrah manusia. Pernikahan juga menjadi faktor utama meraih ketenangan hati dan ketentraman batin sehingga masing-masing pasangan meraih kesempurnaan dalam beribadah, kesuksesan dalam mencari ilmu dan keberhasilan dalam berkarya.
Dari Anas bin Malik bahwasannya Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam bersabda:
Barangsiapa yang telah dikaruniai isteri yang salihah maka Allah telah membantu separuh agamanya maka hendaklah bertakwa kepada Allah dalam separuh agama yang lainnya. (H.R Hakim dan beliau menyatakan sahih dan disetujui oleh Adz Dzahabi).
Pernikahan merupakan kerangka dasar bagi bangunan masyarakat muslim dan tiang pancang penyangga bagi bangunan hidup bersosial dan bernegara maka sangatlah pantas bila seluruh anggota masyarakat menyambut gembira dengan memberi ucapan selamat dan doa keberkahan yang diliputi rasa gembira dan bersuka ria. Akan tetapi harus tetap berada diatas koridor dan etika Islam agar proses pendirian bangunan itu tetap terarah dan tegak dengan benar sehingga bisa terwujud masyarakat madani dan islami dengan baik.
Saatnya Memupuk Cinta
Rasa kasih sayang dan ketentraman yang tumbuh di dalam hati suami dan isteri merupakan bagian dari nikmat Allah Subhanahu Wata’ala atas semua hamba-Nya. Dengan bantuan isteri seorang suami mampu mengatasi berbagai macam problem dan kesulitan dalam menunaikan berbagai tugas maupun beban berat pekerjaan, hati terhibur pada saat-saat dirundung berbagai musibah dan penderitaan, dan seorang isteri mampu membantu suami dalam beramal salih, beraksi sosial dan menolong orang-orang lemah. Begitu juga suami menjadi pelindung, pengayom, dan pembina bagi isterinya, serta memberikan hak-haknya secara sempurna.
Telah ada contoh baik pada diri Ummul Mukminin, Khadijah Radhiyallohu ‘anha
ketika pertama kali turun wahyu kepada Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam
maka ibunda Khadijah Radhiyallohu ‘anha menghiburnya ketika beliau berkata kepadanya: Sungguh aku khawatir terhadap diriku sendiri. Maka Khadijah Radhiyallohu ‘anha berkata: Sekali-kali tidak, demi Allah, Allah tidak akan membuatmu terhina selamanya. Sungguh engkau orang yang senang menyambung silaturrahim, suka menolong, senang membantu orang dalam kesulitan, menghormati tamu dan membela pihak yang benar.[1]
 
Meraih Kesalihan Pasutri Dengan Ilmu Bermanfaat
Semua pasangan baik suami dan isteri harus mengenal Allah Subhanahu Wata’ala secara baik dalam hatinya, sehingga merasa dekat dan akrab pada saat sedang bermunajat. Dia merasa manisnya berdzikir, berdoa, bermunajat dan berkhidmah kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Tidak ada yang bisa mendapatkan itu kecuali orang yang telah memiliki ilmu pengetahuan yang cukup tentang agama dan diwujudkan dalam realita ketaatan kepada Allah Subhanahu Wata’ala dalam keadaan sepi maupun ramai.
Bila suami atau isteri telah merasakan cinta, takut dan berharap hanya kepada Allah Subhanahu Wata’ala maka dia telah mengenal tuhannya dengan baik dan pengenalan secara khusus sehingga bila meminta akan diberi dan bila memohon akan dikabulkan. Seorang hamba pasti akan mengalami kesulitan dan kesedihan baik di dunia, di alam kubur maupun di padang makhsyar, jika dia memiliki ilmu dan ma’rifat yang mampu mengenal Allah Subhanahu Wata’ala secara baik maka semua itu akan menjadi ringan dan Allah Subhanahu Wata’ala mencukupinya. 
Sesungguhnya ilmu yang bermanfaat hanyalah ilmu yang bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam serta Ijma’ para shahabat seperti yang telah ditegaskan Imam adz-Dzahabi: Kami memohon kepada Allah Subhanahu Wata’ala ilmu yang bermanfaat, tahukah kamu apakah yang dimaksud dengan ilmu bermanfaat, yaitu ilmu yang datang dari al-Qur’an dan dijelaskan Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasalam melalui ucapan dan perbuatannya serta tidak ada dalil yang melarang untuk mempelajarinya.[2]
Dan ilmu yang bermanfaat hanyalah ilmu yang mampu mengenalkan seseorang kepada Allah Subhanahu Wata’ala secara benar dan ilmu yang mampu menunjukkan seorang hamba hingga dekat dengan Tuhannya sehingga merasa akrab dan beribadah seakan-akan melihatnya.
Imam Ahmad berkata tentang kebaikan: Sumber ilmu adalah takut kepada Allah Subhanahu Wata’ala.[3]
Asal ilmu adalah ilmu tentang Allah Subhanahu Wata’ala yang mampu menumbuhkan Khasyah, kecintaan, kedekatan dan keakraban dengan Allah Subhanahu Wata’ala serta kerinduan kepada-Nya kemudian ilmu tentang hukum-hukum Allah Subhanahu Wata’ala yang berhubungan dengan apa-apa yang disenangi dan diridhai Allah Subhanahu Wata’ala baik berupa ucapan, perbuatan, tindakan dan keyakinan.

[1] . Shahih Bukhari, 1/ 3 dan ar-Rahiqul Makhtum, Mubarak Fury, Hl. 63. [2] .  Siyar ‘Alamin Nubala’, 19/340.
[3] . Fadhlu Ilmis Salaf, Ibnu Rajab, Hl. 52.

Sumber : http://www.zainalabidin.org/?p=78

0 komentar:

Posting Komentar

Sarana Sunnah TV

RODJA TV